Search

Sintren


Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.
1.      Sejarah Sintren
Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).



2.      Daerah Penyebaran
a.       Desa Bantar Panjang
b.      Desa Cibeureum
c.       Desa Cibingbin
d.      Desa Cisaat
e.       Desa Dukuh Badag
f.       Desa Sukasari
g.      Desa Tanjung Kerte
h.      Desa Tarikolot
i.        Kab. Brebes
j.        Kab. Cirebon
k.      Kab. Indramayu
l.        Kab. Kuningan
m.    Kab. Majalengka

3.      Tokoh-Tokoh Sintren
a.       Warijah (Almh) di Desa Dukuh Badag tahun 1930.
b.      Darpi (Almh) di Desa Cibingbin tahun 1935.
c.       Jatmadi di Desa Cisaat tahun 1942.
d.      Unti di Desa Dukuh Badag tahun 1944.
e.       Waluh di Desa Dukuh Badag tahun 1973.
f.       S.Subagyo di Desa Dukuh Badag tahun 1979.

4.      Pertunjukan
Berdasarkan waktu penyelenggaraanya, ada dua gaya sintren yaitu:
a.      Pertama, sintren yang sengaja diselenggarakan bebas, tanpa terbatas dengan wayah (waktu) waktu disini biasanya berkaitan dengan musim, sintren jenis ini sering ditanggap diberbagai acara hajatan pernikahan, sunatan atau sekedar penyambutan tamu dalam acara pemerintahan.
b.      Kedua, Sintren yang penyelenggaraanya diadakan dalam waktu-waktu tertentu, sintren jenis ini biasanya diadakan pada saat kemarau panjang, biasanya diadakan selama 35 sampai dengan 40 hari, sintren jenis ini dipercaya sbagai ritual pemanggil hujan.
Sintren yang diselenggarakan bebas biasanya diiringi dengan musik tarling dangdut sebagai musik pengiring. Pemainya jumlahnya sama seperti sintren yang diadakan sebagai ritual untuk memanggil hujan, hanya saja si pelaku utama sintren tak hanya satu sintren wanita saja sebagai bendara (tuan perempuan), melainkan ditambahkan satu sintren pria atau yang biasa disebut lais, dan empat orang pemuda yang bertugas menghibur atau biasa disebut bodor.
Pada sintren yang diselenggarakan sebagai ritual pemanggil hujan. Sintren, terdiri satu bendara wanita atau ratu saja dan empat orang bodor. Lais tidak bisa disatukan dengan sintren seperti pada penyelenggaraan sintren yang bebas. Lais bisa dimainkan terpisah dengan pemain satu lais (bendara pria ) dengan empat pemuda sebagai bodor.
Ritual Sintren bebas dan sintren untuk pemanggil hujan nyaris sama yaitu dimulai dengan koor nyanyian “turun sintren” oleh maksimal sepuluh atau minimal dua penyanyi. Kemudian Si wanita calon sintren duduk bersila dengan memangku cepon yang berisi mahkota, kaca mata hitam, selendang, aksesoris (biasanya rangkaian bunga melati panjang), dan alat rias. Setelah pawang sintren membacakan mantra-mantra di sebuah cobek yang berisi bara, dan ditaburi kemenyan masyarakat pesisir biasa menyebut prekuyan. Gadis calon sintren kemudian ditutupi dengan kurungan ayam berukuran besar yang sudah dibalut dengan kain penutup warna merah dan kuning.
Sementara koor penyanyi tak berhenti selama kurang lebih 5 sampai 10 menit kemudian kurungan ayam yang dipakai untuk mengurungi si gadis dibuka, keajaiban pun terjadi si gadis yang sebelum masuk kurungan hanya memakai celana pendek dan kaos oblong kini sudah berubah menjadi gadis yang bersolek cantik, bibir merah dengan lipstick yang rapih, bermahkota dan rangkaian bunga melati menjulur kebawah, tersemat disamping kiri dan kanan telinganya, bak ratu kerajaan dengan selendang panjang yang menjuntai simetris disamping pinggul.
Sesaat kemudian Si gadis yang sudah menjadi sintren atau ndara bagi calon bodor-bodornya yang belum direkrut, Spontan menari dengan gemulai mengikuti rentak gendang kempul dan nyanyian “turun sintren”. Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar berhasil diundang, maka penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian lebih lincah dan mempesona

5.      Alat Musik yang Digunakan
a.       Waditra
b.      Gendang
c.       Goong


6.      Alat-Alat Pendukung
a.       Tikar berwarna putih
b.      Tangga dari bambu
c.       Tambang
d.      Pakaian putri
e.       Ranggap (kurungan ayam)
f.       Kacamata hitam
g.      Bunga minimal 7 warna
h.      Dupa
i.        Minyak wangi
j.        Korek api
k.      Arang
l.        Kemenyan

7.      Busana
a.       Baju keseharian
b.      Kain untuk bawahan
c.       Celana cinde, yaitu celana tiga perempat yang panjang nya sampai lutut
d.      Sampur
e.       Jamang atau hiasan rambut yang dipakai di kepala
f.       Kaos kaki
g.      Kacamata hitam berfungsi sebagai pnutup mata, karena selama penari sintren selalu memejamkan mata akibat tidak sadarkan diri. Juga sebagai cirri khas kesenian sintren dan menambah daya tarik atau mempercantik penampilan.

8.      Jumlah Pemain
a.       Penabuh bambu ruas (3 orang)
b.      Penabuh gendang (1 orang)
c.       Penabuh goong (1 orang)
d.      Penabuh kecrek (1 orang)
e.       Seorang anak perempuan
f.       Pelawak (2-3 orang)
g.      Vokalis pria (1 orang)
h.      Juru kawih (5-6 orang)
i.        Punduh (1 orang)

9.      Tembang Pengiring Sintren
a.    Iringan proses pembentukan sintren
Tembang turun sintren digunkan sebagai doa pembuka agar roh Sulasih masuk ke dalam raga calon penari sintren. Saat tembang dilantunkan maka penari sintren akan ganti pakain dari pakain biasa dengan pakain sintren dalam keadaan badan terikat tali dan dalam kurungan.
Lagu yang dinyanyikan itu sebagai berikut :
Turun-turun sintren
sintrene widadari
Nemu kembang ning ayun ayunan
kembange siti Mahendra
widodari temurunan naranjing ka awak sira

dan lagusih solasih dilagukan berulang-ulang menunggu penari sintren selesai berpakain tari yaitu syair lagu sebagai berikut :

sih solasih solandana
menyan putih pengundang dewa
ala dewa saking sukma
widadari temurunan

Tembang sih solasih adalah tembang permohonan agar tali-tali yang mengikat penari bisa terlepas kemudian di susul dengan lagu kembang gewor(penari pengawal) mengelilingi sintren di dalam kurungan. Dan lagunya sebagai berikut :

kembang gewor bungbung kelapa lumeor
geol-geol bu sintren pan jaluk bodor
bumbunya kelapa muda
goyang-goyang (sambil menggoyangkan kurungan)
nyi sintren minta bodor

b.  Iringan penyajian hiburan
Tembang dolanan khas sintren dan tembang yang sesuai keadaan saat ini misalnya lagu-lagu campursari.

c.  Iringan Penutup
Tembang turun sintren, untuk pertanda bahwa permainan sintren akan usai. Tembang piring kedawung, untuk melepas roh Dewi Sulasih dan sintren berganti busana keseharian.
Adapun bentuk lain dari syair lagu turun sintren, yaitu :

Turun-turun sintren, sintrene widodari
Nemu kembang yun-ayunan
Nemu kembang yun-ayunan
Kembang si jaya indra
Widodari temurunan
Kang manjing ning awak ira
Turun-turun sintren
Sintrene widodari
Nemu kembang yun-ayunan
Nemu kembang yun-ayunan
Kembang si jaya indra
Widodari temurunan

kembang kates gandul
pinggire kembang kenanga
kembang kates gandul
pinggirekembang kenanga
arep nalor arep nidul
wis mana gageya lunga

kembang kenanga
pinggire kembang melati
kembang kenenge
pinggire kembang melati
wis mana gagea lunga
aja gawe lara ati

kembang jahe laos
lempuyang kembange kuning
kembang jahe laos
lempuyang kembange kuning
ari balik gage elos
sukiki maneya maning
                          
kembang kilaras
di tandur tengae  ngalas
paman bibi aja maras
dalang sintren jaluk waras




10.  FUNGSI SINTREN
a.        Sebagai sarana hiburan masyarakat.
b.       Apresiasi seni dan nilai-nilai estetik masyarakat.
c.        Digunakan untuk keperluan upacara-upacara ritual seperti : bersih  desa, sedekah laut, upacara tolak bala, nadzar, ruwatan dan pernikahan.
d.      Untuk memeriahkan peringatan hari-hari besar, seperti hari ulang tahun kemerdekaan, hari jadi.

Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.
1.      Sejarah Sintren
Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).



2.      Daerah Penyebaran
a.       Desa Bantar Panjang
b.      Desa Cibeureum
c.       Desa Cibingbin
d.      Desa Cisaat
e.       Desa Dukuh Badag
f.       Desa Sukasari
g.      Desa Tanjung Kerte
h.      Desa Tarikolot
i.        Kab. Brebes
j.        Kab. Cirebon
k.      Kab. Indramayu
l.        Kab. Kuningan
m.    Kab. Majalengka

3.      Tokoh-Tokoh Sintren
a.       Warijah (Almh) di Desa Dukuh Badag tahun 1930.
b.      Darpi (Almh) di Desa Cibingbin tahun 1935.
c.       Jatmadi di Desa Cisaat tahun 1942.
d.      Unti di Desa Dukuh Badag tahun 1944.
e.       Waluh di Desa Dukuh Badag tahun 1973.
f.       S.Subagyo di Desa Dukuh Badag tahun 1979.

4.      Pertunjukan
Berdasarkan waktu penyelenggaraanya, ada dua gaya sintren yaitu:
a.      Pertama, sintren yang sengaja diselenggarakan bebas, tanpa terbatas dengan wayah (waktu) waktu disini biasanya berkaitan dengan musim, sintren jenis ini sering ditanggap diberbagai acara hajatan pernikahan, sunatan atau sekedar penyambutan tamu dalam acara pemerintahan.
b.      Kedua, Sintren yang penyelenggaraanya diadakan dalam waktu-waktu tertentu, sintren jenis ini biasanya diadakan pada saat kemarau panjang, biasanya diadakan selama 35 sampai dengan 40 hari, sintren jenis ini dipercaya sbagai ritual pemanggil hujan.
Sintren yang diselenggarakan bebas biasanya diiringi dengan musik tarling dangdut sebagai musik pengiring. Pemainya jumlahnya sama seperti sintren yang diadakan sebagai ritual untuk memanggil hujan, hanya saja si pelaku utama sintren tak hanya satu sintren wanita saja sebagai bendara (tuan perempuan), melainkan ditambahkan satu sintren pria atau yang biasa disebut lais, dan empat orang pemuda yang bertugas menghibur atau biasa disebut bodor.
Pada sintren yang diselenggarakan sebagai ritual pemanggil hujan. Sintren, terdiri satu bendara wanita atau ratu saja dan empat orang bodor. Lais tidak bisa disatukan dengan sintren seperti pada penyelenggaraan sintren yang bebas. Lais bisa dimainkan terpisah dengan pemain satu lais (bendara pria ) dengan empat pemuda sebagai bodor.
Ritual Sintren bebas dan sintren untuk pemanggil hujan nyaris sama yaitu dimulai dengan koor nyanyian “turun sintren” oleh maksimal sepuluh atau minimal dua penyanyi. Kemudian Si wanita calon sintren duduk bersila dengan memangku cepon yang berisi mahkota, kaca mata hitam, selendang, aksesoris (biasanya rangkaian bunga melati panjang), dan alat rias. Setelah pawang sintren membacakan mantra-mantra di sebuah cobek yang berisi bara, dan ditaburi kemenyan masyarakat pesisir biasa menyebut prekuyan. Gadis calon sintren kemudian ditutupi dengan kurungan ayam berukuran besar yang sudah dibalut dengan kain penutup warna merah dan kuning.
Sementara koor penyanyi tak berhenti selama kurang lebih 5 sampai 10 menit kemudian kurungan ayam yang dipakai untuk mengurungi si gadis dibuka, keajaiban pun terjadi si gadis yang sebelum masuk kurungan hanya memakai celana pendek dan kaos oblong kini sudah berubah menjadi gadis yang bersolek cantik, bibir merah dengan lipstick yang rapih, bermahkota dan rangkaian bunga melati menjulur kebawah, tersemat disamping kiri dan kanan telinganya, bak ratu kerajaan dengan selendang panjang yang menjuntai simetris disamping pinggul.
Sesaat kemudian Si gadis yang sudah menjadi sintren atau ndara bagi calon bodor-bodornya yang belum direkrut, Spontan menari dengan gemulai mengikuti rentak gendang kempul dan nyanyian “turun sintren”. Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar berhasil diundang, maka penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian lebih lincah dan mempesona

5.      Alat Musik yang Digunakan
a.       Waditra
b.      Gendang
c.       Goong


6.      Alat-Alat Pendukung
a.       Tikar berwarna putih
b.      Tangga dari bambu
c.       Tambang
d.      Pakaian putri
e.       Ranggap (kurungan ayam)
f.       Kacamata hitam
g.      Bunga minimal 7 warna
h.      Dupa
i.        Minyak wangi
j.        Korek api
k.      Arang
l.        Kemenyan

7.      Busana
a.       Baju keseharian
b.      Kain untuk bawahan
c.       Celana cinde, yaitu celana tiga perempat yang panjang nya sampai lutut
d.      Sampur
e.       Jamang atau hiasan rambut yang dipakai di kepala
f.       Kaos kaki
g.      Kacamata hitam berfungsi sebagai pnutup mata, karena selama penari sintren selalu memejamkan mata akibat tidak sadarkan diri. Juga sebagai cirri khas kesenian sintren dan menambah daya tarik atau mempercantik penampilan.

8.      Jumlah Pemain
a.       Penabuh bambu ruas (3 orang)
b.      Penabuh gendang (1 orang)
c.       Penabuh goong (1 orang)
d.      Penabuh kecrek (1 orang)
e.       Seorang anak perempuan
f.       Pelawak (2-3 orang)
g.      Vokalis pria (1 orang)
h.      Juru kawih (5-6 orang)
i.        Punduh (1 orang)

9.      Tembang Pengiring Sintren
a.    Iringan proses pembentukan sintren
Tembang turun sintren digunkan sebagai doa pembuka agar roh Sulasih masuk ke dalam raga calon penari sintren. Saat tembang dilantunkan maka penari sintren akan ganti pakain dari pakain biasa dengan pakain sintren dalam keadaan badan terikat tali dan dalam kurungan.
Lagu yang dinyanyikan itu sebagai berikut :
Turun-turun sintren
sintrene widadari
Nemu kembang ning ayun ayunan
kembange siti Mahendra
widodari temurunan naranjing ka awak sira

dan lagusih solasih dilagukan berulang-ulang menunggu penari sintren selesai berpakain tari yaitu syair lagu sebagai berikut :

sih solasih solandana
menyan putih pengundang dewa
ala dewa saking sukma
widadari temurunan

Tembang sih solasih adalah tembang permohonan agar tali-tali yang mengikat penari bisa terlepas kemudian di susul dengan lagu kembang gewor(penari pengawal) mengelilingi sintren di dalam kurungan. Dan lagunya sebagai berikut :

kembang gewor bungbung kelapa lumeor
geol-geol bu sintren pan jaluk bodor
bumbunya kelapa muda
goyang-goyang (sambil menggoyangkan kurungan)
nyi sintren minta bodor

b.  Iringan penyajian hiburan
Tembang dolanan khas sintren dan tembang yang sesuai keadaan saat ini misalnya lagu-lagu campursari.

c.  Iringan Penutup
Tembang turun sintren, untuk pertanda bahwa permainan sintren akan usai. Tembang piring kedawung, untuk melepas roh Dewi Sulasih dan sintren berganti busana keseharian.
Adapun bentuk lain dari syair lagu turun sintren, yaitu :

Turun-turun sintren, sintrene widodari
Nemu kembang yun-ayunan
Nemu kembang yun-ayunan
Kembang si jaya indra
Widodari temurunan
Kang manjing ning awak ira
Turun-turun sintren
Sintrene widodari
Nemu kembang yun-ayunan
Nemu kembang yun-ayunan
Kembang si jaya indra
Widodari temurunan

kembang kates gandul
pinggire kembang kenanga
kembang kates gandul
pinggirekembang kenanga
arep nalor arep nidul
wis mana gageya lunga

kembang kenanga
pinggire kembang melati
kembang kenenge
pinggire kembang melati
wis mana gagea lunga
aja gawe lara ati

kembang jahe laos
lempuyang kembange kuning
kembang jahe laos
lempuyang kembange kuning
ari balik gage elos
sukiki maneya maning
                          
kembang kilaras
di tandur tengae  ngalas
paman bibi aja maras
dalang sintren jaluk waras




10.  FUNGSI SINTREN
a.        Sebagai sarana hiburan masyarakat.
b.       Apresiasi seni dan nilai-nilai estetik masyarakat.
c.        Digunakan untuk keperluan upacara-upacara ritual seperti : bersih  desa, sedekah laut, upacara tolak bala, nadzar, ruwatan dan pernikahan.
d.      Untuk memeriahkan peringatan hari-hari besar, seperti hari ulang tahun kemerdekaan, hari jadi.